TULISAN
KEBUDAYAAN PURWOKERTO, BANYUMAS
Purwokerto
adalah ibukota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia. Berbagai julukan di
sandang kota di jalur selatan Jawa Tengah ini dari Kota Wisata, Kota Kripik,
Kota Transit, Kota Pendidikan sampai kota Pensiunan karena begitu banyknya
pejabat-pejabat negara yang pensiun dan akhirnya menetap di kota ini.
Purwokerto juga dapat populer di telinga masyarakat Indonesia karena berdirinya
sebuah perguruan tinggi negeri ternama yaitu Universitas Jenderal Soedirman
(Unsoed). Di kota ini pula terdapat museum Bank Rakyat Indonesia, karena bank
pertama kali berdiri ada disini dan pendiri bank ini adalah R. Wirya Atmadja
putra daerah Purwokerto.
Bahasa Dan Budaya
Bahasa Ngapak, alias bahasa keseharian
masyarakat Banyumas. Bahasa Ngapak adalah bahasa Jawa namun aksennya sangat
khas, berbeda dengan bahasa Jawa versi Ngayogjakarta maupun Surakarta, apalagi
bahasa Jawa Timuran. Ahmad Tohari, pengarang novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk
yang juga seorang budayawan Banyumas, mengungkapkan bahwa bahasa Ngapak
merupakan bahasa Jawa yang masih murni. Berbeda dengan Ngayogjakarta dan
Surakarta yang dikenal sebagai pusat pemerintahan (keraton), semenjak awal
Karesidenan Banyumas merupakan tapal batas antara keraton Mataram (waktu itu)
dan keraton Padjajaran. Dengan demikian Banyumas merupakan daerah terpencil
yang jauh dari pusat keramaian dan pusat perubahan, hal tersebut menjadikan
budaya Banyumas tetap lestari sebagaimana adanya, termasuk di dalamnya Bahasa
Ngapak.
Selama ini kita mengenal bahwa Bahasa Jawa banyak menggunakan
pengucapan “O” sementara sebaliknya dengan Bahasa Sunda, banyak
menggunakan pengucapan “A”. Fenomena tersebut ternyata memberi pengaruh
terhadap pola fonetik masyarakat Banyumas, bahasa Ngapak ialah bahasa Jawa yang
menggunakan pengucapan “A”. Memang tidak semua vokal bahasa Ngapak
berbunyi “A”, tapi mayoritasnya demikian. Misalnya kata “Apa“, masyarakat Banyumas
mengucapkan sebagaimana tulisannya, berbeda dengan masyarakat kraton
(Jogja-Solo) yang mengucapkannya harus “Opo“,
padahal tulisannya tetap “Apa“.
Lebih unik lagi untuk kata “Gadjah Mada”
yang menurut masyarakat kraton harus diucapkan “Gadjah Modo” sementara untuk kata “Kanca-kancane” harus
diucapkan “Konco-kancane“.
Hal semacam itulah yang tidak dikenal oleh masyarakat Banyumas, mereka tetap
mengucapkan kedua istilah terakhir itu dengan “Gadjah Mada” dan “Kanca-kancane“.
Sebagaimana
bahasa Jawa versi kraton, bahasa Jawa model Banyumas juga mengenal strata
sosial, yakni: ngoko, kromo alus dan kromo inggil. Bahasa ngoko Banyumas dikenal pula
dengan istilah basa penginyongan
(asal kata “inyong” mendapat imbuhan pe-an, inyong = kula, aku, saya). Sementara untuk
bahasa kromo alus dan kromo inggil, tidak mengalami
banyak perbedaan baik dari segi penulisan maupun pengucapannya, hanya beberapa
istilah sedikit berbeda. Bagi masyarakat Banyumas, bahasa Jawa selain ngoko memang tidaklah populer
terlebih lagi untuk kromo inggil. Hanya
kalangan berdarah biru sajalah yang melestarikan gaya bahasa semacam itu, tentu
untuk menjaga kemurnian status mereka. Contohnya :
Kapan kamu tiba?
versi Kraton
- Ngoko: Kapan koe teko?
- Kromo alus: Kapan sampeyan dugi?
- Kromo inggil: Kapan panjenengan rawuh?
Kapan kamu tiba?
versi Banyumas
- Ngoko: Kapan rika teka? - Kromo alus: Kapan sampeyan dugi?
- Kromo inggil: Kapan penjenengan rawuh?
Selain bahasanya,
adapula Kenthongan atau musik thek-thek
yang dimainkan dengan alat musik bambu yang dimainkan oleh 20-40 orang.
Kebudayaan Begalan dan Ronggeng adalah kesenian asli Banyumas yang sekarang
sudah mulai pudar keberadaaannya. Salah
satu kebudayaan yang cukup terkenal juga adalah Ketoprak. Seni
pertunjukan Ketoprak sendiri disana sering digunakan untuk menghibur.
Kebiasaannya pertunjukan ketoprak sekarang diiringi dengan gamelan. Dalam
struktur pementasan ketoprak sering kali mengalami sedikit perubahan dari tahun
ke tahun. Semakin bervariasi gaya dan lebih atraktif dalam meainkan lakon.
Cara
pementasannya semakin modern. Sekilas beberapa urutan struktur pementasan
Ketoprak yaitu : Pertama, pembukaan yang biasanya menampilkan beberapa tarian
seperti tari-tarian tradisional sebagai penghibur utama sebelum penampilan
kethoprak dimulai. Kedua, penampilan lakon dalam cerita yang disampaikan
kethoprak, biasanya bercerita tentang cerita-cerita rakyat, atau seputar
kehidupan sehari-hari bahkan cerita-cerita ragam babad. Dengan diiringi
instrument-instrument yang sekarang berkembang menggunakan gamelan dengan alat
musik barat seperti biola. Kemudian diselingi adegan-adegan lawakan atau
lelucon dengan menggunakan dialog tembang dan gancaran. Penampilannya diikuti
dengan tarian-tarian yang sering kali dilebih-lebihkan. Tembang yang
dinyanyikan seperti pucung dan mijil.
KUTIPAN :
http://teddyucull.blogspot.com/2011/04/kebudayaan-purwokerto.html
Komentar
Posting Komentar